Menurut KH Said Aqil Siradj, warga NU tidak perlu ikut menyolatkan jenazah seorang koruptor. Sebab sama dengan mendoakan agar kesalahannya dimaafkan, dosa-dosa diampuni. Keenakan sekali!
JAUH sebelum proklamasi kemerdekaan negara Indonesia, para
tokoh Nahdlatul Ulama (NU) telah sepakat mendukung berdirinya negara “Darus Salam”. Maksudnya adalah “Negara
yang Damai”.
“Bukan
Darul Islam, atau Negara Islam,”
tegas Prof DR KH Said Aqil Siradj, saat ditemui di Kantor PBNU Pusat, Menteng,
Jakarta Pusat, Sabtu (31/12) lalu.
Lalu,
setelah dibentuk tim Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), para tokoh
perintis kemerderkaan Indonesia juga sepakat membentuk negara berdasar azas kebangsaan.
Dan bukan negara agama.
Nah,
bagaimana kelompok muslim yang jumlahnya lebih dari total 90 penduduk Indonesia
(mayoritas) ini harus bersikap terhadap anggota kelompok beragama yang lain?
Berikut kutipan pendapatnya:
Sebagai bangsa dengan beragam agama dan keyakinan,
kayaknya terus diuji dengan berbagai benturan antar umat. Menurut Anda,
bagaimana sebaiknya sikap kita?
Indonesia ini negara
unik. Terdiri dari 17.000 pulau lebih. 400 suku bangsa lebih. Dan, enam
agama resmi, belum lagi dengan agama lokal. Artinya, bangsa ini sudah
ditakdirkan oleh Allah SWT menjadi bangsa majemuk.
Untuk itu, seluruh komponen
bangsa, harus menyikapinya dengan cermat, pandai, dan tulus. Agar tercipta Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghofur, maksudnya, negeri yang subur dan makmur, adil dan aman.
Masing-masing
elemen harus mengorbankan sedikit kepentingannya untuk kepentingan bangsa. Jika
masing-masing elemen mengedepankan kepentingan kelompoknya,
etniknya, atau agamanya, negara ini pasti akan hancur.
Apa sikap Nahdlatul Ulama (NU) tempo dulu terhadap negara
majemuk ini?
Sembilan tahun sebelum
merdeka, Nahdlatul Ulama(NU) memutuskan, nanti jika
negara ini merdeka dari penjajahan Belanda, ingin mendirikan negara “darus salam”, maksudnya negara yang
damai. Bukan menjadi “darul Islam”, maksudnya negara Islam.
Lalu, saat tim
PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang diketuai
oleh Sukarno dan wakilnya Muhammad Hatta, anggotanya
adalah Kyai Agus Salim, Wahid Hasyim (Bapaknya Gus Dur), semua
tokoh PPKI sepakat, Indonesia menjadi negara kebangsaan. Bukan negara agama. Dan, juga bukan negara etnik.
Untuk pembangunan
ke depan. Bangsa ini harus terus menerus berpedoman pada asas kebangsaan.
Apa dasar pemikiran tokoh NU menginginkan Indonesia
menjadi negara kebangsaan?
Keputusan
untuk menjadi negara kebangsaan oleh para bapak bangsa dan juga tokoh NU waktu itu, tentu bukan asal-asalan
atau bagaimana. Tapi berdasar pada alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Ketika Nabi
Muhammad SAW membangun negara Madinah, beliau tidak mendirikan negara
agama. Juga tidak negara etnik. Tapi, negara Madinah. Apa
artinya? yaitu negara beradab. Negara yang menjungjung tinggi nilai kesamaan
hukum, berakhlak, dan berdasar keadilan.
Di Madinah, terdapat
orang Islam dari mekkah, yang dikenal dengan sebutan kaum
Muhajirin. Muslim di madinah, dikenal sebagai
kaum Anshor. Dan non muslim dari kalangan Yahudi, yaitu Bani Qainuqa. Semuanya hidup
berdampingan di Madinah. Dari situ, artinya Nabi telah berhasil
mendirikan negara lintas agama, dan lintas etnik.
Harus diingat,
bahwa itu sudah terjadi 14 abad yang lalu. Jauh sebelum adanya
PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa).
Soal perlakuan hukum, bagaimana sikap Nabi Muhammad
SAW waktu itu?
“Wa kadzalika ja’alnaakum ummatan washatan
litakuunu syuhadaa’a ‘alannasi wayakuna ar-rasululu ‘alaikum syahiidan”. Artinya
Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan, agar kamu
menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi
atas (perbuatan) kamu.
Sesuai ayat
tersebut, pernah suatu ketika Nabi Muhammad menangani kasus pencurian. Keluarga
si pencuri, melalui perantara seorang sahabat
Usamah bin Zaid, sempat meminta kepada Nabi agar
dibebaskan dari semua kesalahan.
Lalu, Nabi malah mengatakan,
seandainya yang mencuri itu anak saya, Fatimah, saya akan potong tangannya.
Dari kasus
tersebut terlihat jelas keadilan yang dijunjung oleh Nabi.
Saat lain, Nabi muhammad juga berkata,
tidak boleh ada permusuhan. Kita tidak boleh
menganggap musuh orang lain, siapa pun itu. Kecuali orang dholim. Jika
melanggar hukum, apakah itu muslim, non muslim, madzhab beda, suku beda, harus
diperlakukan sama.
Nabi juga sangat menjunjung tinggi peradaban. Pernah suatu ketika ada
orang Islam yang membunuh orang Yahudi (saat itu orang
Islam yang salah).
Nabi lantas mengatakan:
barangsiapa yang membunuh non muslim, berhadapan dengan saya. Dan barang siapa berurusan
dengan saya, tidak masuk surga.
Itu sungguh
luar biasa, sikap yang ditunjukkan Nabi Muhammad.
Sikap
tersebut, coba diteruskan oleh Khalifah Umar RA. Saat itu, Palestina
menjadi negara bagian Islam. Di sana terdapat
orang Yahudi dan Kristen. Berbeda ketika di Madinah,
tidak ada orang nasrani. Yang ada hanya orang Yahudi.
Saat itu,
Umar berkata dalam sebuah perjanjian.
Tidak pandang bulu di depan hukum, orang
menganut agama apa, semua hidup dengan bebas. Yang benar harus
dilindungi, dan yang salah harus dihukum. Sesuai hukum yang
berlaku.
Konsep jihad ala Nabi itu seperti apa? Dan bagaimana
Nabi melindungi kaum minoritas?
Dalam kitab
kuning “Fathul Muin”, yang dimaksud jihad, diantaranya mempertahankan hak kita,
dan memberi perlindungan bagi warga negara yang
baik, bukan penjahat. Baik orang Islam, Katolik, Protestan,
budha, Hindu, dan Konghucu.
Asalkan dia
benar, kita perlu membela. Meski haji, NU, kyai jika melanggar
hukum harus ditindak secara adil.
Melindungi kaum minoritas
itu salah satu ikhtiar jihad. Asalkan
minoritas tersebut tidak melanggar hukum. Bukan sebaliknya, minoritas kita
habisin. Tanpa alasan yang jelas, sesuai hukum yang berlaku.
Apa makna pancasila menurut anda?
Terkait
pancasila, itu baik aja, malahan sesuai dengan nilai yang ada
dalam Islam.
Misal ayat pertama “ketuhanan yang maha esa”. Itu sesuai dengan surat Al Ikhlas
“qul huwallahu ahad”.
Ada lagi,
keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Lalu, kemanusiaan yang adil dan
beradab. Persatuan indonesia. Intinya, nilai Pancasila
tersebut sesuai dengan nilai dalam ajaran
Islam.
Pancasila menjadi
dasar negara. Untuk memperkuat nilai-nilai Pancasila,
perlu diisi dengan nilai dalam ajaran Islam. Karena
Pancasila tidak bertentangan dengan nilai
Islam.
Ini menurut
faham kita (NU, red). Untuk faham lain, jika beda monggo (silahkan, red). Tapi tetap harus sesuai
dengan nilai Pancasila.
Apa langkah konkritnya?
Untuk itu, saat berdakwah,
jangan hanya ngomong atau dakwah bil
qouli,
juga perlu dakwah bil
hal,
artinya dakwah dengan tindakan. Saat ini (saat wawancara, Red),
kita baru melakukan dakwah bil qoul.
Kalau
para bankir, yang
menegakkan muamalat Islam, itu namanya dakwah bil hal. Sama halnya juga bagi praktisi lain yang menerapkan ajaran Islam di
lapangan. NU, juga melakukan dakwah bil hal. Misalnya, NU mengelola sekolah, Universitas NU, dan juga usaha lain yang dilakukan NU.
Bagaimana sikap NU terkait persaudaraan dengan komponen
masyarakat yang lain?
Dalam
kehidupan berbangsa, perlu kita isi dengan nilai dasar Islam. Seperti pendidikan
Islam, kemanusiaan, nilai-nilai luhur, saling menghormati, menjalin
persahabatan dengan sesama.
Terkait
ukhuwah, sesuai dengan prinsip dalam NU, yaitu terdapat ukhuwah islamiyah, maksudnya
persaudaraan sesama kaum muslim, ukhuwah
wathaniyah, maksudnya persaudaraan sesama warga bangsa, dan ukhuwah basyariyah, maksudnya persaudaraan
atas dasar sesama manusia.
NU,
dari dulu hingga sekarang menerapkan hal itu. Jika hal itu dilaksanakan, Indonesia akan langgeng sampai kiamat, Amin.
Apa sikap Anda terhadap radikalisme?
Akhir-akhir ini, bahaya Islam
radikal terus menunjukkan ancamannya di tengah masyarakat. Islam radikal disebut
sebagai salah satu cikal bakal munculnya aksi terorisme, yang saat ini sudah
ditetapkan sebagai musuh bersama bangsa Indonesia.
Untuk itu, perlu pengawasan yang lebih
intens terhadap gejala tumbuhnya
benih Islam radikal di lingkungan. Juga segala bentuk
kekerasan untuk mengatasi persoalam, diminta agar
dihindari. Sebaiknya selesaikan dengan
pendekatan persuasif, seusai aturan hukum yang berlaku.
Benih
Islam radikal yang tumbuh
di lingkungan kampus, dianggap sebagai bentuk terorisme
teologi. Untuk mengatasinya, perlu mengedepankan cara-cara pembinaan secara
tepat.
Bagaimana eksistensi NU saat Orde baru?
Bangsa kita baru
saja melaksanakan reformasi. Baru saja terbebas dari
era diktator, yang dipimpin Suharto. Dimana saat itu
dikuasai oleh Partai Golkar dan Angkatan Darat (maksudnya: ABRI, Red)
Saat ini,
proses reformasi masih berjalan.
Jika masih ada kekurangan, ya maklum, namanya juga
proses. Tidak bisa langsung
sempurna.
Saat Orde
Baru, potensi yang dimiliki oleh umat Islam saat itu tidak
diberdayakan sama sekali. Organisasi Islam dikebiri. Pemerintah
menganak emaskan GOLKAR dan
Angkatan Darat.
Dan, menganaktirikan organisasi Islam, termasuk NU.
Kalau sekarang?
Saat
reformasi sekarang, organisasi Islam baru bisa mengembangkan kemampuannya. Misal NU,
Muhammadiyah, PERSIS, dan lainnya.
Untuk NU
sendiri, saat ini, ternyata orang NU sudah banyak yang duduk di jabatan strategis dalam pemerintahan. Misalnya pak Muhammad
Nuh (Menteri Pendidikan), Muhaimin Iskandar (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi), Suryadarma Ali (Menteri
Agama), serta Djan Faridz (Menteri Perumahan Rakyat).
Saat orde
baru, orang NU yang duduk dalam jabatan strategis itu mustahil. Jadinya,
orang NU saat itu, hanya bisa berdoa
atau melakukan tahlil saja. Ternyata setelah ada kebebasan, orang NU terbukti mampu
memegang jabatan strategis.
Terkait kekerasan di Indonesia bagaimana sikap Anda?
Apapun kasus
itu, yang terkait kekerasan, dilakukan oleh siapa
pun, dengan nama apa pun, terhadap siapa pun, dan dengan alasan apapun, “Laa ikroha
fiddin”. Maksudnya, tidak boleh ada
pemaksaan (kekerasan) dalam agama. Maknanya bisa juga dibalik, “Laa dina ikroha”. Artinya,
tidak mungkin sebuah agama melakukan kekerasan.
Jika orang
melakukan kekerasan, misal, ada orang ngamuk, melakukan aksi pembakaran di suatu
tempat, itu bukan sedang melakukan perintah agama. Namun,
hanya mengikuti hawa nafsu. Hawa nafsu itu berasal dari
syaitan.
Tentang kasus Syiah di Sampang, bagaimana?
Saya menduga ada desain besar di balik aksi pembakaran pesantren penganut Syiah di
Sampang,
Madura. Dari itu, Pemerintah
dan aparat keamanan diminta bekerja lebih keras, mencegah aksi serupa terulang
di kemudian hari.
Kondisi hubungan
Sunni-Syiah di Indonesia, sebelumnya
berlangsung damai. Aksi pembakaran pesantren Syiah diduga dilakukan sekelompok
orang untuk merusak kondisi damai di negeri ini.
Himbauan anda terkait
kasus tersebut?
Saya meminta semua pihak bisa menahan diri untuk tidak melakukan tindakan
anarkis. Pihak ketiga selalu melancarkan provokasi supaya
konflik terus terjadi. Dan,
bukan tidak mungkin kasus serupa akan terjadi
di kemudian hari
Saya sudah
tahu, siapa dibalik peristiwa tersebut. Namun,
jika saya katakan. Nanti dikatakan fitnah. Jika saya
saja sudah tahu, polisi dan Pemerintah harusnya lebih tahu. Mereka harus
bekerja lebih keras mengatasi permasalahan ini.
Saya meminta semua
pihak bisa menahan diri, sehingga Islam benar-benar jadi rahmatan lil alamin
(rahmat bagi semesta alam) benar-benar bisa diwujudkan.
Pendapat Anda tentang FPI bagaimana?
Front Pembela Islam (FPI) itu
pimpinannya benar, yaitu Habib Rizieq. Mereka Ingin
menegakkan ‘amar ma’ruf nahi munkar. Sesuai dengan ajran Islam.
Nahi munkar misal melarang perjudian, zina, serta minum
minuman keras.
Itu sangat
baik. Menurut saya yang salah, yaitu proses
rekrutmen anggotanya yang tak selektif. Hingga berakibat buruk di kemudian hari.
Aksi FPI terkesan aksi preman yang memakai baju koko. Kalau
habib riziknya itu alim. Tapi, kalau dilihat dari FPInya terkesan kasar.
Mereka memecahkan lampu, merusak bangunan, meja, dan peralatan lain. Meja, tembok, lampu itu apa salahnya.
Jika orangnya
yang melakukan maksiat, jangan merusak bangunannya, juga jangan main hakim sendiri. Serahkan
kasus tersebut kepada pihak kepolisian. Biar kepolisian yang menangani kasus
tersebut.
Ada dalil yang mengatakan, barangsiapa menegakkan kebaikan hendaknya dengan
cara yang baik pula.
Bagaimana sebaiknya?
Nabi Muhamad
16 tahun berada di Mekah. Saat di Mekah, di sana masih ada 350 berhala di sekitar Ka’bah. Meski begitu, Nabi tidak serta merta menghancurkan berhala-berhala
tersebut.
Kemudian, saat
fathu Makah (penaklukan kota Mekah), Nabi mengampuni
semua penduduk Mekah.
Sungguh
tindakan yang hebat yang dilakukan Nabi.
Saat itu, penduduk Mekah akhirnya berbondong-bondong masuk Islam. “Idzaa jaa anashrullahi
wal fath.
Waraitan naasayadh khuluuna fii dinillaahi afwaaja”.
Setelah semua
orang Mekah masuk Islam, baru mereka dengan
kesadaran sendiri menghancurkan berhala di sekitar ka’bah.
Terkait
cerita nabi di atas, di Jakarta, penyakit kemungkaran
akan hilang sendiri. Misal minuman keras, judi, dan zina.
Jika penduduknya sudah menerima Islam dengan
sepenuh hati. Tidak hanya Islam KTP.
Misal untuk diri
kita. Kita melaksanakan solat dan puasa ramadhan. Itu
siapa yang mengarahkan? Bukankah atas kesadaran
diri sendiri. Kita tidak melulu di suruh oleh orang lain.
Contoh saya
sediri misalnya. Tidak melakukan zina, tidak minum
minuman keras, berdasar pada kesadaran
sendiri untuk melakukan hal itu.
Bagaimana sikap NU terhadap korupsi?
NU akan mendukung
penuh aparat penegak hukum untuk membuka dan membongkar kasus korupsi. Korupsi
adalah tindakan yang sangat bertentangan dengan semangat reformasi.
NU
juga sebagai
pengawal moral, etika, dan jatidiri. NU sangat memiliki kepentingan untuk
menegaskan kembali gerakan anti korupsi.
Terkait
korupsi, sudah diputuskan dalam Muktamar NU ke-30 dan
Munas Alim Ulama 2002, bahwa korupsi merupakan pelanggaran berat terhadap
amanat rakyat.
Korupsi termasuk
fasad fil ardh, maksudnya tindakan membuat kerusakan
di bumi. Jika melakukan kerusakan di atas bumi, harusnya
dibasmi.
Saya sepakat dalam korupsi ada dua definisi.
Ada korupsi yang merugikan negara dan ada yang membangkrutkan negara.
Untuk korupsi
1 atau 2 milyar, masuk kategori merugikan. Hukumannya
sewajarnya, sesuai aturan hukum yang berlaku.
Namun jika sudah korupsi ratusan milyar, bahkan triliyunan, itu namanya fasad fil ardh. Harus dihukum berat.
Langkah konkritnya bagaimana?
Sesuai Hasil muktamar, para ulama NU sepakat,
orang-orang NU tidak perlu menyolatkan
seorang koruptor yang meniggal dunia. Karena saat
kita sholat jenazah, kan kita membaca:
Allahumma fir lahu war hamhu wa ’afihi wa’fu anhu.
Artinya, ya Allah ampunilah dia, kasihanilah dia dan
maafkanlah dia.
Jika seperti itu,
keenakan buat koruptor tersebut.
Bagaimana pendapat Anda soal penegakan hukum?
Penegakan
hukum di Indonesia belum
adil, masih tebang pilih dan cenderung menyentuh kelompok lemah ekonomi dan
kekuasaan. ini sangat ironis.
Kita tercengang melihat ada anak yang mencuri sandal
dihukum 5 tahun. Sedangkan, yang korupsi uang negara miliaran, hanya dihukum 2
tahun. Ini sangat melukai rasa keadilan bagi kita.
Pelanggaran HAM juga masih marak. Misalnya kasus kekerasan
di Mesuji dan yang terakhir di Bima, Nusa Tenggara Barat. Ini kejadian yang
sangat memukul masyarakat secara luas.
Selain itu, kasus pelanggaran
HAM di masa
lalu juga masih mengambang.
Intoleransi atas nama agama, serta kekerasan
dan ketidakadilan di Papua, menjadi PR yang harus dituntaskan
sesegera mungkin oleh aparat.*